Sejarah Kerupuk Karak, Kuliner Legendaris Solo Raya yang Tercipta saat Penjajahan Jepang - Halaman all - Tribunsolo
Kuliner,
Sejarah Kerupuk Karak, Kuliner Legendaris Solo Raya yang Tercipta saat Penjajahan Jepang - Halaman all - Tribunsolo

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Solo Raya, Jawa Tengah, memiliki satu kuliner khas bernama kerupuk karak.
Kerupuk karak merupakan salah satu camilan tradisional yang unik dan khas berasal dari Solo, Jawa Tengah.
Kerupuk yang bahan dasarnya dari nasi ini memiliki sejarah panjang dan kini masih bertahan sebagai salah satu kuliner favorit warga lokal maupun wisatawan.
Baca juga: Sejarah Umbul Tlatar Pemandian di Boyolali, Ada Peran Ki Ageng Wonokusumo Seorang Wali Penyiar Islam
Asal Usul Karak
Kerupuk karak dibuat dari nasi yang telah dikukus bersama bumbu seperti bawang putih dan garam.
Setelah matang, nasi tersebut ditumbuk hingga halus lalu dicetak tipis-tipis.
Adonan kerupuk ini kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, sebelum akhirnya digoreng dengan api kecil sampai garing dan mengembang.
Kerupuk karak biasanya disantap sebagai lauk pendamping nasi atau camilan sehari-hari.
Baca juga: Sejarah Gipang, Jajanan Jadul yang Masih Eksis di Solo, Diyakini Berasal dari China
Menurut cerita turun-temurun, kerupuk karak mulai dikenal sejak masa penjajahan Jepang pada tahun 1940-an.
Mbah Sastro dari Kampung Bratan, Solo, yang kini menjadi sentra produksi kerupuk karak, dikabarkan menciptakan camilan ini dari sisa nasi yang tidak terpakai agar tidak terbuang sia-sia.
Karak Legendaris di Solo
Usaha kerupuk karak yang berawal dari Mbah Sastro terus berkembang sebagai usaha rumahan. Setelah wafatnya Mbah Sastro pada sekitar tahun 1984-1985, usaha sempat diteruskan oleh keluarganya dan bahkan dipindah ke Surabaya, meskipun tidak berjalan mulus.
Pada tahun 1996, Rudi Harmawan, generasi ketiga dari keluarga tersebut, kembali melanjutkan usaha Karak Bratan Mbah Sastro di Solo.
Selama masa keemasannya, usaha ini sempat mengekspor kerupuk karak ke Singapura dan Malaysia dengan bahan baku beras berkualitas tinggi, seperti beras C4, yang digunakan untuk menghasilkan karak dengan tekstur mengembang sempurna saat digoreng.
Baca juga: Sejarah Makam Ki Ageng Balak di Bendosari Sukoharjo, Pertama Kali Dibuka Pada 1924
Namun, sejak tahun 2006, penjualan kerupuk karak mulai menurun.
Meski demikian, Rudi tetap semangat memproduksi dan memasarkannya di toko oleh-oleh ternama di Solo seperti Orion dan Mesran, serta di rumah produksinya.
Teknik Tradisional dan Tantangan Produksi
Pembuatan kerupuk karak masih mengandalkan proses manual.
Setelah beras dicuci dan dikukus dua kali, nasi ditumbuk dengan alat tradisional hingga halus, lalu dicetak dan diiris menggunakan golok panjang agar tipis dan mudah dijemur.
Proses penjemuran bergantung pada sinar matahari yang kuat, sehingga musim hujan menjadi tantangan karena karak sulit kering dan hasil gorengan kurang mengembang.
Baca juga: Sejarah Museum Keraton Solo, Warisan Budaya yang Akan Direvitalisasi oleh Pemerintah
Meski sempat mencoba pengeringan menggunakan oven, Rudi mengaku hasilnya kurang maksimal sehingga kembali mengandalkan cara tradisional.
Penggorengan kerupuk karak juga memerlukan teknik khusus agar kerupuk bisa mengembang sempurna.
Rudi menyarankan agar konsumen membeli karak yang sudah matang siap goreng, meski dia juga menyediakan karak mentah bagi yang ingin menggoreng sendiri di rumah.
Selain Karak Bratan Mbah Sastro, wilayah Bratan juga dikenal memiliki beberapa produsen kerupuk karak lain seperti Karak Bratan Mbah Harjo dan Karak Bratan Pak Ismu yang turut melestarikan kuliner ini.
Cara Bedakan Karak Asli dan Palsu
Adonan karak terbuat dari nasi yang sudah dikukus, dibumbui dengan rempah agar terasa gurih, dan dicampur dengan tepung kanji agar teksturnya mudah dibentuk.
Karak asli Solo tidak menggunakan bahan berbahaya seperti bleng (boraks), meskipun ada pengusaha nakal yang memakai bahan ini demi keuntungan.
Kini, sebagian besar warga Dusun Bratan meneruskan usaha kerupuk ini dengan inovasi, seperti membuat karak dari nasi merah yang lebih sehat.
Selain menjadi camilan, karak juga menjadi pelengkap kuliner khas Solo bernama Cabuk Rambak, yang kini mulai langka namun masih bisa ditemui di Pasar Gedhe Solo. Cabuk Rambak menjadi salah satu kuliner wajib coba saat berkunjung ke Solo.
Untuk para wisatawan yang ingin membawa oleh-oleh, karak Bratan tersedia dengan harga yang sangat terjangkau. Karak mentah dijual sekitar Rp 44.000 per kilogram, sementara karak matang dijual sekitar Rp 54.000 per kilogram.
Karak mentah bisa bertahan hingga satu tahun jika disimpan dalam wadah kering, sedangkan karak matang bisa bertahan sekitar satu bulan tergantung kemasan.
(*)