Sejarah Sego Kucing, Makanan Khas dan Ikonik Kota Solo, Ternyata Ada 2 Versi soal Asal-usul Namanya - Halaman all - Tribunsolo
Kuliner,
Sejarah Sego Kucing, Makanan Khas dan Ikonik Kota Solo, Ternyata Ada 2 Versi soal Asal-usul Namanya - Halaman all - Tribunsolo

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo, Jawa Tengah, memiliki banyak makanan khas dengan nama-nama unik.
Salah satu makanan khas di Solo yang bernama unik adalah nasi kucing.
Nasi kucing telah menjadi makanan sekaligus ikon Kota Solo, karena makanan satu ini mudah ditemui di angkringan atau wedangan atau HIK (hidangan istimewa kampung) yang menjamur di berbagai sudut kota.
Baca juga: Sejarah Tiwul, Makanan Legendaris di Solo Raya, Dulu Dimakan Rakyat Miskin sebagai Pengganti Nasi
Meski tampil sederhana, hanya sebungkus kecil nasi dengan lauk minimalis seperti sambal dan teri, nasi kucing atau sego kucing menyimpan sejarah panjang dan filosofi yang menarik untuk disimak.
Apa Itu Nasi Kucing?
Nasi kucing adalah nasi bungkus berukuran mini, biasanya hanya sekitar 3–5 sendok makan.
Nasi ini dibungkus menggunakan kertas nasi atau daun pisang, dan biasanya disertai dengan lauk sederhana seperti sambal teri, oseng tempe, atau kadang hanya berisi sambal dan gereh (ikan pindang).
Porsinya yang kecil memang bukan ditujukan untuk mengenyangkan. Fungsinya lebih sebagai camilan berat, teman minum teh, atau pengisi perut ringan saat nongkrong di angkringan.
Biasanya nasi kucing disajikan bersama menu pelengkap seperti:
- Baceman (ceker, tahu, tempe)
- Sate-satean (usus, telur puyuh, kepala ayam)
- Gorengan dan aneka minuman hangat
Asal Usul dan Sejarah Nasi Kucing
Meski angkringan kini identik dengan Solo dan Yogyakarta, ternyata sejarahnya bermula dari kebiasaan para pedagang keliling yang menjual makanan murah dan praktis kepada kalangan pekerja dan masyarakat kecil.
Salah satu makanan yang populer adalah terikan, makanan berkuah santan dengan lauk sederhana seperti tempe dan tahu.
Namun seiring waktu, nasi kucing mulai mengambil alih peran sebagai menu utama.
Alasannya? Murah, praktis, dan mudah dibungkus serta disajikan.
Baca juga: Sejarah Carang Gesing, Jajanan Legendaris Solo, Buah Kreativitas Rakyat Zaman Dulu Olah Pisang
Menurut Gunadi S.Pd.I (Gugun), inisiator Desa Cikal Bakal Angkringan di Ngerangan, Klaten, istilah nasi kucing berasal dari jenis lauk yang digunakan: gereh pindang, yaitu lauk yang dianggap biasa diberikan kepada kucing.
Ditambah lagi dengan porsi nasinya yang sangat kecil, menjadikan namanya cocok sebagai “sego kucing”.
“Makanya disebut sego kucing karena dulu menunya makanan kucing: gereh dan sambal. Porsinya juga sedikit,” ujar Gugun.
Perkembangan Menu dan Cita Rasa
Seiring waktu, lauk nasi kucing semakin bervariasi. Kini kita bisa menemukan nasi kucing dengan isi:
- Sambal wader
- Sambal belut
- Rica-rica ayam atau jeroan
- Oseng tempe, bahkan ikan bandeng
Menu disesuaikan dengan bahan lokal dan kreativitas penjual, membuatnya semakin kaya rasa meskipun tetap dalam porsi mini.
Baca juga: Sejarah Mie Ayam Wonogiri Terkenal se-Indonesia, Ada Peran Perantau yang Kerja di Restoran China
Kenapa Porsinya Sedikit?
Salah satu ciri khas nasi kucing yang tetap bertahan hingga kini adalah porsinya yang kecil.
Tujuannya bukan untuk mengenyangkan, melainkan untuk menemani obrolan santai saat nongkrong di angkringan.
Harga yang murah membuatnya terjangkau oleh semua kalangan, dan justru menambah daya tarik tersendiri.
Pembeli yang lapar bisa membeli 2–3 bungkus sekaligus, atau menambah lauk sesuai selera.
Lebih dari Sekadar Makanan
Nasi kucing bukan sekadar hidangan, tapi juga bagian dari budaya sosial masyarakat Jawa.
Ia menjadi simbol kehangatan, kesederhanaan, dan solidaritas di meja panjang angkringan yang menyatukan siapa saja: dari mahasiswa, tukang ojek, pekerja kantor, hingga seniman.
Rekomendasi Nasi Kucing Enak di Solo
1. Wedhangan Pendopo
Mengusung konsep mirip angkringan, Wedhangan Pendopo menawarkan suasana yang hangat dan akrab, meski lokasinya tidak berada di pinggir jalan seperti angkringan pada umumnya.
Suasana tradisional tetap kental terasa di sini.
Menu yang ditawarkan pun beragam, mulai dari nasi bandeng, nasi oseng, nasi teri, nasi goreng, hingga garang asem.
Untuk minuman, pengunjung bisa memilih mulai dari teh hangat, susu, hingga wedang jahe yang cocok dinikmati saat malam hari.
Alamat: Jl. Srigading I No.20, Mangkubumen, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57139.
2. Wedangan Mantap
Sesuai namanya, tempat ini memang mantap dijadikan tempat nongkrong.
Lokasinya luas dan nyaman, cocok untuk berkumpul bersama teman-teman atau keluarga.
Wedangan Mantap juga buka hingga malam, menjadikannya pilihan pas untuk menikmati kuliner malam hari di Solo.
Menu yang tersedia khas angkringan seperti nasi kucing, gorengan, dan sate-satean.
Pilihan minumannya juga beragam, mulai dari teh hingga kopi yang bisa dipilih sesuai selera.
Alamat: Jl. Sugiyopranoto No.12, Kp. Baru, Kec. Ps. Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57133
3. Wedangan Mbah Wiryo
Wedangan Mbah Wiryo adalah salah satu wedangan legendaris di Solo yang selalu ramai saat malam hari.
Suasananya klasik, sederhana, dan bikin betah.
Menu andalannya tentu saja nasi kucing, lengkap dengan berbagai lauk pendamping seperti gorengan dan sate.
Wedangan ini cocok untuk kamu yang ingin menikmati sajian malam khas Solo dengan nuansa tradisional yang kental.
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan No.25, Purwosari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57147
Artikel ini diolah dari Kompas.com dengan judul : Sejarah dan Asal-usul Nama Nasi Kucing